Apa maksud dakwah dengan akhlak? Bukankah dakwah itu cukup dengan lisan?
Pernah suatu hari ketika penulis mengisi sebuah pengajian, penulis melontarkan sebuah pertanyaan kepada para hadirin, “Apakah yang dimaksud dengan dakwah?”
“Dakwah adalah seperti yang ustadz lakukan sekarang; ceramah dan khutbah!” sahut salah seorang jamaah.
Dari jawaban yang terlontar tersebut, kita bisa meraba bahwa sebagian kalangan masih belum memahami makna dakwah. Mereka masih menganggap bahwa dakwah adalah penyampaian materi secara lisan. Padahal sebenarnya, dakwah meliputi hal itu juga yang lainnya; semisal praktik, memberi contoh amalan, dan akhlak mulia, atau yang biasa diistilahkan dengan dakwah bil hâl. Bahkan, justru yang terakhir inilah yang lebih berat dibanding dakwah dengan lisan dan lebih mengena sasaran [Lihat: Munthalaqât ad-Da’wah wa Wasâ’il Nasyriha, karya Hamd Hasan Raqîth (hal. 97-99) dan Ashnâf al-Mad’uwwîn wa Kaifiyyah Da’watihim, karya Prof. Dr. Hamud bin Ahmad ar-Ruhaily (hal. 41)].
Banyak orang yang pintar berbicara dan menyampaikan teori dengan lancar, namun amat sedikit orang-orang yang mewujudkan omongannya dalam praktik nyata. Di sinilah terlihat urgensi adanya qudwah di masyarakat, yang tugasnya adalah menerjemahkan teori-teori kebaikan dalam amaliah nyata, sehingga teori tersebut tidak selalu hanya terlukis dalam lembaran-lembaran kertas [Lihat: It-hâf al-Khiyarah al-Maharah fî Ma’rifah Wasâ’il at-Tarbiyah al-Mu’atsirah karya Ummu Abdirrahman binti Ahmad al-Jaudar (hal. 14)].
Jadi, dakwah dengan akhlak mulia maksudnya adalah: mempraktikkan akhlak mulia sebagai sarana untuk mendakwahi umat manusia kepada kebenaran.
-bersambung insya Allah–
Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.
Artikel www.tunasilmu.com